Senin, 01 Desember 2014

Rasa pahit Frappeku.

Tatapanku terpaku pada segelas penuh Frappe di meja. Sedari tadi pikiranku menghilang entah kemana. Satu, tidak, ternyata sudah dua jam aku diam di Coffee Shop ini. Sendiri, untuk kali ini.
Aku sudah pernah bilang pada dia, setiap rasa kopi itu punya arti. Setiap darinya punya kekuatan magis tersendiri. "Kalau suatu saat kamu lihat aku lagi minum Frappe, berarti hidupku lagi suram, pahit seperti Frappe itu sendiri." "Kalau begitu, akan aku buat setiap hari kamu minum Iced Chocolate, biar manis saat bersamaku" dia selalu berkata seperti itu di depanku.
Aku tak pernah tahu persis alasan dia selalu memesan kopi hitam bahkan dengan sedikit gula. Menurutku, kopi hitam sudah melewati batas wajar kepahitan sebuah kopi. Hanya yang memiliki seleralah yang sungguh menikmatinya. Itulah dia.
Sudah sembilan puluh hari belakangan ini aku habiskan waktuku dengan Tuan penikmat kopi hitam itu. Setiap temu pasti disempurnakan dengan canda di salah satu Coffee Shop kesukaan kami. Waktu seakan tidak punya arti kalau dia dan segelas Iced Chocolate sudah berdampingan serasi di hadapanku. Aku lupa memberitahu, selama 90 hari itu pula aku tidak lagi menikmati pahitnya kopi di lidahku. Jangan tanyakan, kalian tahu siapa penyebabnya.
Perbincangan kami tak lepas dari kopi, baik itu perbedaan rasa tiap kopi itu sendiri, kopi khas dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan alasan kenapa aku ketergantungan kopi. Alasan aku ketergantungan pada kopi mungkin akan sama seperti alasan aku ketergantungan pada dia. 
Sekarang hari keseratus, aku duduk di tempat yang sama. Segelas Frappe di depanku. Sembilan puluh hari kemarin aku lupa bilang pada dia ternyata. Atau aku belum sempat bilang padanya kalau aku menyukai dia seperti aku menyukai Frappe ini. Ternyata, waktu tak memberi kesempatan padaku. Sama seperti ketidaktahuanku mengapa dia menyukai kopi hitam, aku jugapun tidak tahu mengapa dia memilih pergi. Aku rasa tidak semua pertanyaan butuh jawaban. Alasanku ketergantungan padanya juga tidak memiliki jawaban. 
Sudah hampir tiga jam, lebih dari ini aku pasti diusir sebentar lagi. Segelas Frappeku masih utuh, aku belum sanggup menikmati pahit tiap tetesannya. Karena sekarang aku sedang sibuk menikmati pahit tiap detikku ditinggalkan si Tuan pencinta kopi hitam.
Hei, aku rasa saat ini aku lebih menyukai rasa pahit ditinggalkan dia daripada Frappe. Sudahlah, disini sedetik lagi aku benar-benar akan gila. Sebaiknya aku cepat pergi, sebelum prosesi pemakaman si Tuan berakhir ditelan hujan.

Twitter : @febynia

Facebook : Febynia Mutiara Zainatha

Rabu, 12 November 2014

Selamat Hari Ayah Nasional, Malaikatku

Hari ini adalah Hari Ayah Nasional, ya 12 November 2014. Kalau begitu izinkan saya sekedar menceritakan sesosok malaikat yang dihadirkan Tuhan untuk menjaga saya, yang selayaknya saya panggil Papa.
Papa menikah dengan Mama dalam umur yang cukup tua, sekitar 30 tahun. Sejak SD, saya tidak begitu dekat dengan sosok papa, maklum papa setiap hari pergi sebelum saya bangun dan pulang sesudah saya tidur. Saya bertemu Papa hanya di weekend saja itupun kalau hari Sabtu tidak diisi dengan kerja. Pernah sekali, Mama, Saya dan Adik berniat memberikan kejutan ulangtahun untuk Papa, semuanya sudah disiapkan, tapi semuanya gagal karena yang saya ingat sampai saya tertidur pulaspun Papa belum pulang juga.
Tapi, kasih sayang Papa buat saya khususnya tidak pernah kurang, akan selalu ada klengkeng kesukaan saya di kulkas, Donal Bebek di hari Selasa dan Bobo di hari Kamis. Seringkali Cerita Rakyat setiap minggunya. Tentu, Papa sangat tau saya sangat suka membaca.
Sampai SMApun saya masih mengalami krisis dimana saya belum merasa dekat dengan Papa. Papa itu sosok yang keras, dan sedikit bicara. Papa juga selalu mengatur apapun yang ada di hidup saya. SMP, SMA, bahkan kuliah.
Semenjak kuliah saya semakin merasakan kedekatan dengan Papa. Papa yang selalu menelpon saya saat di Bogor, bahkan pernah sekali saya menelpon Papa hanya untuk menangis sejenak. Kalian pasti mengira, dimana bagian istimewanya Ayah saya.
Ini adalah titik dimana saya rasanya ingin menggantikan posisi ayah saya saat itu.

7 November 2013

Hari itu saya bangun telat, padahal hari ini hari ulangtahun pimpinan cabang saya. Otomatis saya harus secepatnya sampai di kantor, papapun mengantarkan menggunakan motor.
Entah apa yang terjadi, di depan Mall Taman Anggrek, ada motor yang jatuh di depan kami, papa hilang keseimbangan sampai menjatuhkan diri ke aspal. Saya hilang kesadaran sebentar, sampai akhirnya di depan saya, tergeletak sosok lelaki yang berlumuran darah, itu papa saya.
Saya berteriak ke orang-orang berusaha membopong papa sendirian tapi tidak kuat. Saya berlari kesana kemari di jalan raya, mencoba menghalang taksi agar mau berhenti, tidak peduli apapun yang penting papa cepat ke rumah sakit. Setelah di dalam taksi saya melihat muka papa hancur penuh dengan darah, saya menangis dan meraung. Saya sempat bertanya pada papa 'Ini angka berapa Pa? Kalau ini' untungnya papa menjawab benar. Bayangkan saja, papa sudah tidak dapat melihat dengan mata kirinya karena kecelakaan sewaktu bujangan, kalau sebelah kanan juga jadi tidak bisa melihat mungkin lebih baik saya mati saat itu juga.
Apa kalian tau apa kata pertama yang diucapkan papa saat di taksi? 'Feby gapapa? Kepalanya berdarah itu, pusing ga?' Papa bertanya dalam keadaan muka hancur penuh darah.
Sesampainya di rumah sakit terdekat, papa langsung ditangani dokter. Saya langsung membayar semua penanganan buat Papa, tidak peduli dengan saya. Saat itu, uang saya hanya cukup untuk papa saja. Penanganan saya biar menunggu Mama nanti sesudah datang. Saya terpisah ruangan dengan papa, saya menangis melihat keadaannya. Saya tidak peduli saat itu mati kehabisan darah dari kepala saya yang bocor. Sayapun dipaksa istirahat oleh dokter. Disamping papa terus menanyakan pada dokter 'Dok, anak saya kepalanya berdarah, tolong diselametin dok, anak saya baik-baik aja kan dok, dimana dia dok?' Dokter sampai memarahi papa saat itu 'Pak, yang parah itu Bapak, anak Bapak baik-baik aja, gausah cemas.'
Saya bisa apa selain menangis saat itu?

Sampai Hari Ayah Nasional tahun kemarinpun saya hanya bisa memberikan penderitaan buat papa. Ya, papa harus operasi penanaman pen permanen di rahang dan pen non permanen di tangan. Saya? Selain luka 2 jahitan, badan saya cuma luka di tangan dan kaki. Selama di rumah sakit, papa juga sering bandel dengan pergi ke kamar saya, katanya mau liat anak gadisnya. Papa juga seringkali bertanya pada mama, apa luka saya bisa hilang bekasnya yang di tangan, coba dicarikan obat paling bagus, supaya anak gadis papa ga cacat katanya, biar tetap cantik. Aku yang cantik nanti memang pah, papa? dengan dua pen di badan papa :')

Sampai sekarang, papa seperti malaikat buatku. Penjagaku, aku tau sejak kecil aku dijaga melebihi yang lain, aku tau.
Alhamdulillah tahun ini aku bisa mengucapkan selamat hari ayah dengan keadaan papa sehat. Karena, sampai kapanpun aku berhutang banyak sama papa dan ga akan bisa aku bayar sampai aku matipun. Terimakasih sudah menjadi Lelaki paling hebat di hidupku, penjaga paling siaga buatku, seandainyapun nanti aku mencari pasangan hidup, aku ingin ang seperti papa. Tapi tentu, papa tetap nomor satu di hidup aku, takkan tergantikan oleh siapapun. Selamat Hari Ayah ya Pah, I love you more than anyone. Thankyou for being my superhero until now. I love you, i love you, i love you :*

Kamis, 06 November 2014

Hadiah dari Tuhan

Changi Airport, 23.30.

"Tuh kan, kita berdua ketinggalan pesawat. Aarggh terus bagaimana ini? Kamu lama banget sih tadi di toilet" Rama marah di depanku, aku sampai takut melihat wajahnya. Kami baru saja hendak pulang ke Jakarta setelah menghabiskan liburan bersama teman-teman yang lainnya di Singapura. "Tidak ada pilihan lain Ram, ki.. kita menginap saja dulu disini sampai penerbangan paling pagi" aku berusaha menenangkan Rama, setidaknya membuatnya tidak marah lagi. Akhirnya mau tidak mau Rama mengiyakan saranku, kami mencari tempat duduk kosong yang nyaman untuk bermalam. 
"Maafkan aku ya, karena aku kita ketinggalan rombongan. Seharusnya aku ke kamar mandi sendiri tadi" aku sangat merasa bersalah, kalau saja aku tidak meminta tolong pada Rama, pasti yang tertinggal hanya aku sendiri sekarang. "Ya, mau bagaimana lagi Ni, mungkin takdir kita bermalam disini. Untung kamu tertinggal pesawatnya sama aku, coba kalau kamu sendiri bermalam di bandara ini. Aku saja tidak bisa membayangkannya."
Semakin malam, rasanya semakin sunyi. Tapi entah kenapa, dadaku terasa gaduh sekali. Hatiku terus berdebar mengingat saat ini aku cuma berdua dengan Rama di bandara ini. Berdua dengan orang yang sudah singgah dan menetap selama dua tahun belakangan ini di hatiku. Tanpa seorang dan duniapun tahu, kecuali aku. Perlahan aku rebahkan kepalaku ke pundaknya. Ini tempat ternyaman yang pernah ada. Entah kesialan atau keberuntungan bagiku saat ini. Satu yang aku tahu, aku berharap waktu berhenti dan tidak ada lagi esok hari. Biarlah aku dan perasaanku selalu abadi bersama momen ini. Mungkin bagi Rama ini kesialan, tapi bagiku ini adalah hadiah dari Tuhan.

Tulisan ini diikutsertakan pada Give Away Pesta Flash Fiction NBC IPB. Tulisan berisi 250 kata diluar judul.

Rabu, 05 November 2014

Inilah takdirku

"Sampai kapan kamu terus menyimpan semuanya sendirian? Kapan kamu akan bilang pada orangtuamu?" tiba-tiba Dhika menanyakan hal itu kepadaku. Memang, beberapa hari belakangan ini banyak hal yang memenuhi kepalaku, salah satunya hal ini. Saat ini aku sudah duduk di kelas tiga dan sudah waktunya menentukan pilihan ke Perguruan Tinggi. Dhika, pacarku sejak kami masuk SMA, dia sudah menentukan keinginannya untuk melanjutkan ke Jurusan Teknik Elektro sesuai dengan kegilaannya dengan hal-hal yang berbau listrik. Dhika akan kuliah di UI, begitu yang selalu dia bilang padaku setiap hari sampai aku bosan. Sedangkan aku, aku belum menentukan kemana aku akan melanjutkan kuliah nanti. Sebenarnya aku sangat berminat pada bidang kedokteran. Jangan ditanya kenapa, sejak aku kecil aku sudah tidak asing lagi dengan bau rumag sakit. Setidaknya sebulan sekali aku menemani Papa untuk bekerja disana sebagai dokter. Begitupun Mamaku, dia dokter kandungan yang hebat, aku sangat mengagumi mamaku.
"Pulang les nanti aku jemput ya Jes?." Aku hanya mengangguk kepada Dhika. Pikiranku menerawang kemana-mana saat ini. Aku sedang bingung sekali. Aku baru menceritakan ini pada Dhika, kalau sebenarnya aku ingin meneruskan kuliah di bidang Keperawatan. Ya, aku sangat menyukai bidang kedokteran tapi itu lebih kepada kesukaanku merawat orang sakit. Itulah alasan terbesarku, selama 3 tahun ini aku tergabung di ekstrakurikuler Palang Merah Remaja.
"Dhika, aku harus bagaimana? Mama dan Papaku sudah menanyakan aplikasi PMDK yang ditawarkan padaku untuk jurusan kedokteran UI" aku kembali meminta sarannya sewaktu pulang les, aku tidak tahu harus bertanya pada siapa lagi, airmatakupun menetes tanpa aku sadari. "Bicaralah sejujurnya Jessica, masa depanmu adalah milikmu. Jangan biarkan masa depanmu hancur karena kamu salah memilih nantinya" Dhika mencoba menenangkanku dengan membelai pipiku dan menghapus air mataku. Baiklah akan kucoba untuk berbicara pada orangtuaku.

"Mama dan Papa belum pulang, Nes?" Aku bertanya pada adikku satu-satunya itu. Sewaktu aku pulang dia sedang di dapur, sejak kecil tempat paling mudah untuk menemukannya adalah di dapur. Dia sangat suka memasak, dan aku ahlinya untuk memakan masakannya. "Belum kak, kakak baru pulang les, ini Agnes lagi buat kue bolu cokelat kesukaan Mama, kakak coba deh enak tidak?." "Hem, enak banget Nes, kamu memang berbakat, mungkin kamu bisa jadi Chef nanti." "Iya ka, cita-citaku memang jadi Chef terkenal." Senyum merekah lebar di wajah Agnes, beruntungnya dia bisa dengan mudah mengucapkan apa yang dia impikan. Seandainya saja aku juga bisa. "Agnes terus perjuangkan cita-cita itu ya, ingat masa depan kamu itu milikmu." Aku bergegas ke kamar untuk mandi dan mengganti pakaian.

Pintu kamarku terbuka, ternyata Mama sudah pulang. Dia menghampiriku dan duduk di samping tempat tidurku. "Mama dengar, kamu belum mengumpulkan aplikasi PMDK ya? Waktunya tinggal sebentar lagi, jangan takut sayang  Mama yakin kami bisa lolos" Mama kemudian tersenyum walaupun aku tahu wajahnya menunjukkan dia lelah. "Ya, Ma, Nanti Jessica kumpulkan besok, tadi masih ad yang kurang" aku tidak bisa, tidak bisa mengatakan yang sesungguhnya. "Mama bangga sama kamu, Nak. Akhirnya anak Mama meneruskan pekerjaan Mama dan Papa. Kamu memang anak baik, ya sudah kamu tidur, besok sekolah kan." Mamapun beranjak pergi dari kamarku. Air mataku keluar deras dari mataku, tanpa suara hanya dalam diam. Aku tidak bisa apa-apa, inilah takdirku. Tidak apa, asal orangtuaku bahagia.

"Kamu yakin, mengumpulkan aplikasi ini Jes? Itu berarti kamu mengubur keinginanku menjadi perawat? Kamu yakin?" tanya Dhika berulangkali kepadaku. Aku hanya diam, diam dan berusaha berdamai pada takdirku. Untuk menjadi seorang dokter dan mengubur impianku selamanya. Kadang aku membenci takdir itu sendiri.

Hari ini pengumuman aplikasi PMDK-ku. Perasaanku tidak karuan, dalam hati kecilku masih menyimpan keinginan menjadi seorang perawat. "Jes! Jes! Lihat kesini, aku diterima di Teknik Elektro Jes, impianku terwujud" Dhika berlari ke arahku dan menunjukkan surat penerimaan dia di UI Jurusan Teknik Elektro. Tiba-tiba aku dipanggil oleh guruku ke dalam ruang guru. Dhika menungguku di luar ruang guru, raut mukanya cemas. Dia tau apa yang akan terjadi. Aku hanya menunjukkan surat penerimaanku di Jurusan Kedokteran UI padanya, tanpa ekspresi apapun. Inilah takdirku.

Aku menolak pulang bersama Dhika, aku ingin mencari udara segar dulu sebelum sampai di rumah. Sebelum aku memberitahu Mama dan Papa kalau aku akan menjadi dokter, sama seperti mereka. Mereka pasti senang, tidak denganku. Telepon genggamku berdering semakin kencang, ternyata Mama. "Bagaimana hasil aplikasi PMDK kamu Nak? Hari ini pengumumannya bukan?" tanya Mama penuh harap. "Iya Ma, aku diterima di jurusan Kedokteran UI Ma" jawabku. "Kamu memang anak Mama, Nak, cepat pulang, Mama akan pulang cepat hari ini ya." Aku tidak mendengar lagi apa yang diucapkan Mama, aku lupa tadi saat menerima telepon aku sedang menyeberang dan sekarang sudah lampu hijau. Aku hanya melihat ada taksi yang melaju kencang ke arahku, lalu aku tidak ingat apa-apa lagi. Gelap, gelap dan di pikiranku terus dipenuhi kata-kata "Ini takdirku". Ya, ini takdirku.

Sabtu, 25 Oktober 2014

Patah hati terburuk

Patah hati terburuk?
Setiap orang pasti pernah mengalami satu fase kehidupan dimana ia patah hati. Ada satu diantara beberapanya yang terburuk. Percayalah, tidak ada patah hati yang menyenangkan. Ini tentang patahnya hati. Entah hati yang utuh atau sudah sekuat tenaga dibuat kembali untuk utuh.

Patah hati terburukku?
The last one. Percayalah, seberapa banyak yang menanyakan kepadaku, aku akan tetap dengan jawaban yang sama, yang terakhir.

Ini patah hatiku yang pertama. Aku pernah patah hati sesakit-sakitnya ketika dulu mencintai seseorang terlalu dalam, melebihi apapun. That's my fault. Aku yang terlebih dulu mencintai pria itu, cintapun berbalas, and i love him more than he loves me. Ketika takdir menuliskan jalan lain untuk  dilalui, menugaskan peran lain untuk dijalani, aku patah. Kemudian hancur. Dunia seakan menentang keinginanku untuk selalu dengan dia. Melarang kita, untuk  terus beriringan. Aku melakukan hal-hal yang memperlihatkan protes. Menghabiskan beribu tetes air mata dalam raungan dan pelukan teman. Mencaci diri sendiri, itupun aku lakukan. Selalu berusaha meyakinkan dunia kalau kami memang ditakdirkan senada dalam cinta. Sakit, sakit tetap sakit yang aku rasakan. Kemudian? Cintaku mengalahkannya. Aku tetap mencintai dia, entah takdir menghendaki apa, aku sudah meleburkan semuanya. Hingga menyatu, bersama doa yang akan aku amini nanti di janji hari bahagiamu. Selamat menjalani peranmu, takdir milikmu dan dia, bukan kita. 

Ini tentang sakit hati terburukku. Ya, yang terakhir. Ketika ingin mengulangi cerita inipun gemetarku tetap terasa. Aku menahannya. Besarnya benciku pada dia. Ternyata masih ada. Masih ada. Ada. A d a.

Ini tentang kau tidak tahu kemudian ditakdirkan untuk akhirnya mengenal. Tentang awalnya kau tak ada rasa hingga diajarkan waktu untuk mencinta. Tentang kau enggan untuk percaya hingga dunia seolah mengarahkanmu untuk akhirnya menjalani peran wanita yang kau yakini paling bahagia. Akhirnya aku berani memenuhi pikiranku dengan banyak rencana yang digenapkan dengan janji darinya.
Dulu aku kira aku wanita paling bahagia, hingga saatnya. Biarlah kupermudah jelasnya. Jedaku meneruskan kalimat ini limabelas menit sejak tadi. Aku kehabisan simpanan kosakataku. Gemetarkupun semakin menjadi.

Sakit hati kali ini? Aku tak memaksa, tidak pula menahan perginya. Tidak memohon, tidak pula menyimpan harap. Tidak. Percayalah aku tidak. Setelah dia menyatakan untuk pergi, dunia mengiyakan keinginannya, aku diam.

Aku diam dalam senyap. Aku senyap dalam diam. Aku hilang. Aku tetap diam. Airmataku menetes terus dalam diam. Tidak ada raungan, tidak ada pelukan teman. Aku hanya ingin dipeluk Tuhan. Kali itu, hanya itu yang aku perlukan.

Dulu, aku melampiaskan sakitku pada temaramnya lampu jalanan pada malam. Kali inj aku selipkan sakitku pada lantunan ayat suci. Dulu, Cafe jalanan yang buka sepanjang waktu tempatku sejenak untuk tenang, kali ini rumah suci Tuhanlah aku kembali. Tidak dalam raungan, tapi dalam sebungkus cerita yang kuucapkan dalam doa. Aku, makhluk-Nya yang ditinggalkan karena tidak layak mengantarkan, katanya pada Surga. Akulah si manusia yang jika tetap bersamakulah dosa selalu mengikuti kata dia. Akulah yang dia sebut tak lebih baik dari seorang santri. Itulah aku. Aku.

Lalu, sakitku aku ceritakan pada siapa lagi selain Penciptaku? 

Itu sakit hati terburukku, karena percayalah untuk aku kembali melangkah itu proses yang lama. Butuh dukungan dan keyakinan yang seringkali aku dapatkan. Karena aku sakit hati dalam diam. Akupun merelakan. Tidak, aku meninggalkan. Kali ini aku tidak menolak pada kenyataan, atau protes pada takdirku. Aku kemudian, berterima kasih pada Tuhan, karena sesungguhnya jika dilanjutkan aku takkan tahan. Tahan dengan orang yang telah meninggalkan, dan menenggelamkan. 
Tapi, percayalah, ini tetap sakit hati terburukku. Jika takdir memberikan pilihan untuk kembalikan seorang mantan untuk ditempatkan di masa depan. Percayalah, dia satu-satunya yang aku tak masukkan pada hitungan. Kalau bisa kuhapus bagian hidupku, aku tak sudi menjatuhkan hatiku pada dia. Percayalah, aku masih membencinya, entah sampai kapan. Aku letakkan pada waktu untuk menghilangkan. Sekarang aku hanya berusaha keras, sangatlah keras untuk akhirnya, melupakan.

Bagaimana cowo sexy menurutmu?

Cowo sexy? Mari kita bahas, seperti apa itu cowo sexy? Setiap orang pasti punya kriteria masing-masing untuk indikator yang satu ini pastinya. Cowo sexy itu yang sering ngegym? Cowo sexy itu atlit lari yang lagi keringetan? Cowo sexy itu yang suka pake V-neck? Cowo sexy itu yang selalu ngegombalin perempuan dengan kalimat 'Aku ga bakalan ninggalin kamu kok'?
Kalau sekarang lagi trend bintang Bollywod di Mahabharata, iya mereka sexy kok, secara appeal. Secara kasat mata, penglihatan sekilas. Kelamaan? Saat umur mulai menggerogoti appearance mereka? Saat takdir sudah menyulam kerutan di wajah mereka? Kalian masih berpikir mereka itu sexy? Kalau iya, selamat, kalian mungkin tipe orang setia.
Itu gambaran aja sebenarnya, cuma mau ngasih permisalan. Memang buat indikator yang satu ini pasti setiap orang beda-beda. Tapi disini, gw mau coba buat mendeskripsikan tentang cowo sexy menurut kacamata gw.

Menurut gw, cowo sexy itu salah satunya cowo yang komitmen sama apa yang dia pilih, bertanggungjawab atas janji yang dia ucapkan, dan berani mengambil resiko di setiap keputusannya. Contoh, ketika seorang pria berani untuk melamar seseorang perempuan, itu sexy. Dibalik melamar ada kata bertanggung jawab, menjaga, menafkahi, melindungi, setia sampai mati.

Tapi yah, menurut gw cowo sexy dilihat dari otaknya, dari pemikirannya. Gw suka banget rasanya ngobrol sama tipe yang begitu, yang ketika gw membahas satu topik dia ngerti, ketika bahas topik lain dia juga ikut, bukan cuma 'ha' 'itu apa si'  atau 'hehehe' aja. Berarti secara ga langsung menurut gw cowo pintar itu sexy? Bukan. Cowo cerdas itu sexy. Cowo pintar yang cuma berpikir buat dirinya sendiri buat apa? Cowo cerdas itu, dia bisa menempatkan diri di situasi dan kondisi tertentu, yang punya visi ke depan. Waw! Itu baru cowo sexy menurut gw.
Apalagi kalau ditambah suka baca buku. Itu nilai tambah banget, tapi liat juga, buku apa yang biasa dia baca. Masih sexy kalau yang dibaca teenlit? Atau chicklit? 
Karena sebenernya semakin banyak membaca semakin pula kamu kenal dunia. Coba deh bayangin, lo lagi ada di toko buku, di depan lo ada cowo yang lagi baca buku, apalagi pake kacamata, lagi serius sama bacaannya. Itu dia, sexy!

Begitulah menurut gw, sexy itu dilihat dari otak dan visi seorang pria, bukan dari appearancenya, kalau bagian itu juga bagus berarti bonus, nikahin! :))

Minggu, 05 Oktober 2014

Metamorfosis Konsep Wedding Impian

Konsep wedding. Setiap wanita pasti sudah jauh pernah membayangkannya sejak kecil. Bahkan ketika masih berbicara sendiri dengan boneka kesayangan, ataupun saat sudah jatuh cinta malu-malu dengan kakak kelas sewaktu remaja. Akupun begitu. Sejak kecil aku sudah membayangkan konsep pernikahanku nanti. Sejak di sekolah dasar aku sudah dengan beraninya membicarakan dengan kedua orangtuaku tentang konsep rumah impian nanti. Rumah kecil yang berada di tengah luasnya halaman rumah yang asri dengan bunga dan pohon buah. Oh ya, bahkan ketika aku kelas tiga SD, aku sudah menyiapkan beberapa nama untuk anakku nanti hehehehe. Beberapa nama aku cari dan gabungkan dari arti-arti nama di bagian paling belakang buku pintar. Salah satunya adalah Azalea. Cuma itu yang aku ingat, yang artinya tanaman bunga yang indah.
Saat beranjak remajapun akhirnya aku mulai merajut-rajut mimpi untuk nantinya akan menghabiskan masa tua di kaki gunung. How a overthinking girl i am. Saat kuliah semester awal aku menginginkan pasangan hidup dari fakultas Kehutanan. Kenapa? Karena aku dari Fakultas Peternakan. Saat tua nanti biarlah aku beternak untuk makanan kami sehari-hari dan dia mencari batang-batang kayu untuk memasak dan tumbuhan yang bisa kami makan. Hidup berdua hingga ajal memisahkan kami.  Sounds like a fairytale ehm? Itulah alasan aku ingin masuk ekstrakurikuler IFSA saat pertama masuk IPB, tidak lain dan tidak bukan untuk mencari jodoh anak kehutanan *blushing*.

Setelah bertemu dengan anak kehutanan yang sebenarnyapun kami kembali meniti tangga-tangga khayalan kami. Ingin punya rumah di Sentul city dan menikah di Four Season Hotel Jakarta. Terdengar mewah memang. Untuk anak seumur aku yang sedang beranjak dewasa itu mungkin hal biasa. Tema pesta dibagi menjadi tiga hari. Hari pertama untuk teman-teman dan keluargaku dilengkapi adat keluargaku sendiri. Hari kedua untuk teman-teman dan keluarganya dilengkapi adat keluarganya. Dan hari ketiga adalah gabungan antara temanku dan temannya, dilengkapi tema universal. Gaun putih panjang disandingkan dengan jas hitam nan elegan. Wow, bahkan sekarangpun aku pusing membayangkannya. Ya membayangkan budgetnya! Hahahaha

Makin tua semakin bersikap bijak. Mungkin tepat buat semua wanita termasuk aku. Sekarang aku hanya menginginkan pesta pernikahan yang sakral, simple tapi berkesan. Wohoo.

Akad nikah yang dilaksanakan di Masjid At-tin TMII dengan gaun pengantin putih simple namun anggun, dengan pendamping yang mengucap ijab kabul dengan lancar. Terasa lebih sakral bukan? Pasti, buatku. Kenapa aku sangat ingin di Masjid At-tin? Cuma sahabat terdekat dan calon suamiku nanti yang akan tau alasannya. Biarlah disimpan dengan indah sampai waktunya :))
Kemudian untuk pesta resepsi? Aku ingin Garden Party, di kebun dengan tema vintage. Gaun Vintage, pasanganku juga memakai jas ala vintage. Dekorasi dibuat sedemikian rupa agar terlihat nyaman tapi tetap indah. Mungkin dresscode tamu juga disesuaikan. Lucu bukan? Didatangi oleh sahabat-sahabat dan keluarga terdekat. Berbagi tawa dan bahagia bersama derasnya aliran doa untuk kami berdua. Simple, sederhana, tapi sakral. Memulai untuk menyamakan hingga maut memisahkan. Waaaw konsep wedding yang indah bukan? Bagaimana metamorfosis konsep weddingmu girls? :)

Ditulis pada Oktober 2014, mungkin setahun atau dua tahun lagi terwujudkan. Silahkan diamini. Terimakasih.

Kamis, 02 Oktober 2014

Ada-Tidak ada

Bingung, ada tapi disia-siakan, tidak ada lalu dicari.

Bingung, ada tapi ditinggalkan, tidak ada lalu dikejar.

Bingung, ada tapi disakiti, tidak ada lalu dicintai.

Bingung, kamu manusia bukan.

Tidak tahu bersyukur.

Jumat, 12 September 2014

Barisan Kataku Untuk Dia Lelaki Masa Depanku

Hai masa depanku.
Hai, calon semestaku.
Sungai di depan kita sudah menunggu, untuk diarungi bersama kau dan aku. Meminta dilalui. Menanti ditakluki.
Mari kayuh bersama-sama. Lewati riaknya. Aku yakin kau mampu. Aku yakin kamu nahkoda terbaikku.
Jangan pernah lepaskan tanganku ketika ombak mengganggu. Jangan lepas dekapmu walau badai ingin menerjang kita.
Aku ingin ketika berani lagi mencinta, itu dengan sederhana. Sesederhana manisnya gulali di karnaval itu, dan seindah bohlam warna-warni di bianglala kayuku. Berlakulah sesederhana itu, sayang. Kita jalanin semua dengan sederhana, tapi sarat makna.
Aku masih tawar menawar dengan waktu, minta waktu yang aku bilang untuk menyembuhkan itu lebih lama lagi. Lalu aku sadar, mana ada luka yang sembuh sempurna? Sekering apapun akan menyisa. Biarlah. Aku rasa, aku mau tidak mau harus siap. Untuk kembali lagi mencari wadah untuk kekumpulkan lagi percayaku. Untuk kupertaruhkan lagi di proses yang entah bahagia atau bukan ujungnya.
Ya, aku harus siap, untuk kembali menggengam, kembali menemukan tepianku. Kembali bermuara lagi.

Mari kita temukan samudera kita. Mari kita merajut masa depan. Bersama, berdua. Kamu, dan aku.

Iya siapapun kamu, masa depanku.

Minggu, 30 Maret 2014

Surat Untuk Mantan

Dear kamu, yang dulu kekasihku.

Aku tau, rangkaian kata demi kataku tak kan mampu merubah keputusanmu. Aku juga tau, kumpulan tetes demi tetes air mataku tak kan menahanmu tetap disisiku. Biarkan sayang, biar aku tetap merapuh, asal kau tetap bisa temukanku nanti. Mungkin saat memori kembali menarikmu kepadaku. Kubiarkan sesaat kau lupa manisnya kenangan kita. Kubiarkan kau nikmati bahagiamu tanpaku. Aku relakan kamu memilih hidup tanpaku. Sayang, apa kau tak ingin kembali meneguk manisnya cintaku? Atau sekedar tersenyum simpul mendengar kata sayang dariku? Kau tinggalkan aku seribu tahun lagipun aku akan tetap sama. Menunggumu.

Mungkin aku tak bisa jadi kebanggaanmu. Tak bisa jadi bidadari impianmu. Aku hanya bisa jadi aku. Tapi sadarlah, aku adalah aku yang dengan serengkuh cinta di hidupku. Ya, cinta untukmu. Tak bisakah kau beri aku secuil kesempatan agar berusaha menjadi aku yang kamu mau?



dua bulan ini aku hidup dalam kepalsuan. Aku berpura-pura bahagia kau tinggalkan. Aku bersandiwara menikmati hidup tanpa perhatianmu. Apa kau merasa sakitnya seperti ini? Sayang, apa kau dapat kira siapa yang namanya langsung kuingat sedetik setelah bangunnya aku setiap hari? Siapa yang aku cari kabarnya dari jauh setiap jamnya? Siapa yang selalu aku tangisi tiap malam sebelum tidurku? Siapa yang ingin aku temui setiap rindu menyesakkan ruang nafasku? Kamu.

Harapanku terlalu tinggi, mimpiku terlalu jauh bersamamu. Kukira, kau yang akan duduk di sebelah bangku pelaminanku nanti. Kukira mimpi kita menua bersama akan nyata. Kukira janjimu utuh. Kukira.

Lihatlah aku sayang, sehina apa kau rendahkan aku, sejauh apa kau tinggalkan aku, sedalam apa kau jatuhkan aku, sekuat apa kau hilangkan aku dari hidupmu, sesama itulah aku tetap cinta kamu.



Biarlah aku tetap disini. Menikmati sesaknya rinduku. Mencicipi lukaku hingga kering. Mengikuti proses hilangnya bayanganmu dari pikiranku. Terbawa arus kenanganku tentangmu. Hingga tenggelam dalam terpuruknya aku tanpa kamu. Biar, biar aku hingga ke dasar, biar aku lenyap oleh rasaku sendiri. Hingga mati cintaku padamu.

Jangan khawatir sayang, tiap pagi aku akan tetap menyambut hari dengan asa. Harapku kamu akan kembali terseret kenanganmu sendiri. Atau hanya karena sekedar ibamu melihat keadaanku.

Aku hanya ingin kamu tau. Abang, seribu tahun kau mau kembali aku tetap sama. Aku yang aku. Aku yang terlalu menyayangimu. Aku yang selalu menunggumu. Aku yang bukan aku tanpa kamu.


 salamku,
 yang dulu pernah jadi nona-mu


Tulisan ini diikutsertakan untuk lomba #suratuntukruth novel bernard batubara