Kamis, 06 November 2014

Hadiah dari Tuhan

Changi Airport, 23.30.

"Tuh kan, kita berdua ketinggalan pesawat. Aarggh terus bagaimana ini? Kamu lama banget sih tadi di toilet" Rama marah di depanku, aku sampai takut melihat wajahnya. Kami baru saja hendak pulang ke Jakarta setelah menghabiskan liburan bersama teman-teman yang lainnya di Singapura. "Tidak ada pilihan lain Ram, ki.. kita menginap saja dulu disini sampai penerbangan paling pagi" aku berusaha menenangkan Rama, setidaknya membuatnya tidak marah lagi. Akhirnya mau tidak mau Rama mengiyakan saranku, kami mencari tempat duduk kosong yang nyaman untuk bermalam. 
"Maafkan aku ya, karena aku kita ketinggalan rombongan. Seharusnya aku ke kamar mandi sendiri tadi" aku sangat merasa bersalah, kalau saja aku tidak meminta tolong pada Rama, pasti yang tertinggal hanya aku sendiri sekarang. "Ya, mau bagaimana lagi Ni, mungkin takdir kita bermalam disini. Untung kamu tertinggal pesawatnya sama aku, coba kalau kamu sendiri bermalam di bandara ini. Aku saja tidak bisa membayangkannya."
Semakin malam, rasanya semakin sunyi. Tapi entah kenapa, dadaku terasa gaduh sekali. Hatiku terus berdebar mengingat saat ini aku cuma berdua dengan Rama di bandara ini. Berdua dengan orang yang sudah singgah dan menetap selama dua tahun belakangan ini di hatiku. Tanpa seorang dan duniapun tahu, kecuali aku. Perlahan aku rebahkan kepalaku ke pundaknya. Ini tempat ternyaman yang pernah ada. Entah kesialan atau keberuntungan bagiku saat ini. Satu yang aku tahu, aku berharap waktu berhenti dan tidak ada lagi esok hari. Biarlah aku dan perasaanku selalu abadi bersama momen ini. Mungkin bagi Rama ini kesialan, tapi bagiku ini adalah hadiah dari Tuhan.

Tulisan ini diikutsertakan pada Give Away Pesta Flash Fiction NBC IPB. Tulisan berisi 250 kata diluar judul.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar